My Season

Selasa, 29 September 2009

Bicara tentang Wanita

Katanya Wanita adalah simbol kelembutan dan keindahan. Seseorang yang hangat seperti mentari yang selalu dibutuhkan keberadaannya dalam sebuah keluarga. Banyak yang bilang I a lemah, Ia adalah mahluk yang seharusnya tunduk dengan kaidah - kaidah yang sudah ditentukan, dan Ia diciptakan sebagai pendamping dan pengabdi. Lalu terlepas dari semua itu apa jadinya dunia tanpa seorang wanita ?

Ketulusan mereka yang tanpa pamrih dan juga pengorbanan besar yang mereka berikan seharusnya mengingatkan kita bahwa Wanita bukan sekedar sebagai mahluk Tuhan yang diciptakan untuk mampu bertahan hidup dengan tanggung jawab besar. Sebagai seorang anak yang harus patuh pada orang tuanya, sebagai seorang dara yang wajib menjaga kehormatannya, atau sebagai seorang isteri yang harus patuh dan setia kepada suaminya. Labih dari itu, keharusan seseorang menghargai seorang wanita karena mereka adalah pejuang - pejuang Tuhan yang sanggup memberikan sebuah kehidupan di atas bumi ini.

Benarkah kehidupan wanita selalu dekat dengan sebuah pertaruhan ? Jika kita memandang seorang wanita sebagai seorang Ibu, mungkin ada satu pertanyaan di benak kita. Pernah berpikir apa yang dirasakan oleh seorang Ibu ketika mereka sedang melahirkan seorang anak ? Sebagian orang berpendapat kalau melahirkan hanya sebuah rasa sakit. Ada juga yang berpendapat kalau setiap wanita pasti merasakan melahirkan seorang anak, karena itu sudah menjadi kodrat mereka. Jawaban - jawaban klise seperti itu kerap kita dengar dari siapa saja. Tapi sebetulnya mereka tidak mengerti bahwa melahirkan berarti memberikan sebuah kehidupan baru pada dunia.

Para Ibu membesarkan anak - anak mereka dengan penuh kasih sayang, membekali mereka dengan pendidikan dan membuat mereka menjadi orang - orang hebat dan bermanfaat di tengah - tengah masyarakat. Jangan lupa kalau banyak seorang Ibu yang telah melahirkan seorang Dokter, pejabat bahkan seorang Presiden.

Lalu apakah wanita telah mendapatkan keadilan yang hakiki ? Dulu lahir sebuah revolusi. Emansipasi wanita digemakan di tengah - tengah keterpurukkan zaman. Raden Ajeng Kartini mengumbar ideologinya sebagai anak bangsa yang memperjuangkan hak - hak para wanita Indonesia. Mereka (Para wanita) akhirnya dapat lega dan berbahagia karena tak perlu ragu mensejajarkan status mereka dengan kaum adam. Toh wanita kini bukanlah mahluk yang selalu tunduk pada laki - laki. Mereka bisa berkarya, meraih cita - cita, dan berhak menentukan jalan hidup mereka sendiri. Dulu sekali para wanita telah meraih kemerdekaan. Tapi apa wanita benar - benar telah merdeka ?

Kehormatan wanita di mata dunia masih dipertanyakan. Kenyataannya masih banyak orang yang memperlakukan wanita dengan tidak semestinya. Pergeseran nilai di era globalisasi dewasa ini dialaskan sebagai alat oleh sebagian oknum untuk menegasikan eksistensi martabat dan kehormatan seorang wanita di tengah masyarakat. mulai dari penganiayaan, kekerasan dalam rumah tangga, poligami tanpa aturan, kawasan prostitusi yang semakin melebar, jual beli perempuan yang semakin merebak, pemerkosaan, eksploitasi dan lain sebagainya.

Lalu hadirlah pembelaan besar - besaran. Beragam artikel, opini, film - film, diskusi, organisasi masyarakat yang mengangkat dan mengatasnamakan perempuan merebak di kalangan masyarakat global. Mereka yang sepertinya berlomba - lomba untuk menjadi pahlawan kedua setelah Kartini bermunculan. Tapi apa yang terjadi ?

Bisa dirasakan hingga kini. Wanita tetaplah wanita. Meski telah memiliki pembelaan, nasib mereka tetap tak berubah dari zaman ke zaman. Wanita tetap cenderung dianggap lemah dari pada laki - laki. Lalu bagaimana masa depan para wanita di bumi ini ? Cerakah, atau suramkah ? Bicara tentang wanita adalah sebuah perjalanan panjang yang entah kapan akan berakhir.